Bahan Ajar

SASAKALA KARINDING PIRIGAN #3 KALAMANDA SEKAR KOMARA SUNDA

Tasikmalaya sering menyebut dirinya sebagai daerah pertama kali karinding dibuat. Ini diperkuat oleh kisah Jajaka Kalamanda sebagai pencipta karinding di Tasikmalaya. Dalam syairnya “Karinding ti Citamiang” penyair Nazaruddin Azhar mengisahkan kembali cerita yang dituturkan Oyon Noraharjo tentang Kalamanda. Nun dahulu kala, lembur Citamiang, Pasir Mukti, ada dalam kekuasaan Kerajaan Galuh. Di kampung ini tersebutlah seorang jejaka gagah bernama Kalamanda yang merupakan cucu dari Raja Kerajaan Tengah atau Galuh. Suatu waktu, Kalamanda bertemu seorang mojang jelita yang seketika itu membuatnya jatuh cinta. Gadis itu bernama Sekarwati.

Kalamanda mencari cara untuk mendekati Sekarwati, yang konon telah membuat patah hati ratusan pemuda yang berniat mendekatinya. Beragam aksi berbalut ketampanan dan materi tak mampu meluluhkan sang gadis, mulai dari aksi jawara, menak, hingga santri, tidak ada yang bisa meluluhkan hati si jelita.

Akhirnya setelah berkonsultasi dengan sang kakek, Kalamanda bertapa, memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan jalan. Setelah tirakat, akhirnya ia mendapat petunjuk untuk membuat sejenis alat musik yang suaranya mampu mencerminkan perasaan cintanya yang dalam bagi sang pujaan. Setelah membuat beragam alat musik, akhirnya ia menemukan alat yang mampu mewakili getar perasaannya kepada Sekarwati. Alat itu sangat sederhana, terbuat dari pelepah kawung (aren) kering.

Ketika hari beranjak malam, Kalamanda diam-diam mendekati jendela bilik Sekarwati dan memainkan alat itu sepenuh cinta. Suaranya yang datang dari hati berhasil menyentuh sanubari Sekarwati yang hampir terlelap tidur. Sekarwati pun terpesona dan menerima pinangan Kalamanda dan mereka pun hidup bahagia selamanya. Kalamanda menamai alat yang berhasil mencuri hati Sekarwati itu, karinding, karena bentuknya yang mirip dengan kakarindingan, sejenis binatang lucu yang biasa ada di sawah pada zaman dulu.

Ketika saya menemui langsung Bah Oyon, ia menegaskan kisah ini dengan menambahkan jika karinding kemudian menjadi waditra simbol perlawanan tradisi pingit yang ada di Tasikmalaya saat itu. Pingit adalah tradisi yang dianggap sebagai suatu tradisi kontra produktif bagi pergaulan masyarakat muda saat itu, di mana gadis yang sudah beranjak dewasa tidak boleh pergi ke mana saja jika tidak ditemani oleh orang tua atau saudaranya. Kisah asmara Kalamanda dan Sekarwangi yang menginspirasi kaum muda lain di masa-masa selanjutnya untuk meniru apa yang dilakukan Kalamanda adalah satu sisi pemberontakan anak muda terhadap tradisi yang dianggap menghambat pergaulan kaum muda.

Abah Oyon dari Cineam

Karinding sebagai alat musik penawan hati wanita juga muncul dalam kisah Ki Slenting sang playboy. Kisah ini pernah dikisahkan Yoyo Dasriyo dalam artikel berjudul “Karinding Menggelinding, Mengiring Ki Selenting” (Kompas Jawa Barat, 4/7). Berbeda dengan kisah Kalamanda yang berakhir bahagia, kisah Ki Slentingan berakhir tragis. Alkisah, dengan permainan karinding yang memukau, Ki Slenting memikat banyak wanita. Karena moral yang bejat, Ki Slenting menjadikan para wanita itu sebagai pelampiasan nafsu bejat dan melakukan tindakan tidak senonoh yang mengakibatkan kemarahan warga. Akhir kisah, Ki Slenting mati dihakimi warga yang merasa marah para wanita mereka dinodai sang playboy.

Dari kisah ini kita bisa mengambil satu sirat bahwa yang paling penting dari karinding bukan ada pada hakikatnya sebagai benda budaya, sejarah, atau sakral, namun pada sikap manusia yang memainkannya. Jika baik sikap pemainnya maka baik pula hasilya, jika buruk sikap pemainnya maka buruk pula hasilnya. Seperti yang terjadi pada Ki Slenting.

Di Citamiang, Tasikmalaya, karinding terus dikembangkan oleh Oyon Naroharjo. Bah Oyon mengenal karinding dari sang ayah sejak ia masih sangat kecil. Bersama kawan-kawan nya semasa Sekolah Rendah tahun 1940an bah Oyon memainkan karinding sebagai alat permainannya. Semakin lama, Bah Oyon semakin serius memainkan alat ini. Tahun 1955, ia pernah memainkan karinding bersama grup keseniannya dalam pasanggiri seni antar Sekolah Rendah di Cikondang.

Sepuluh tahun kemudian, Bah Oyon mendirikan grup karinding Sekar Komara Sunda. Grup inilah yang kemudian secara serius tampil di berbagai acara seni dan budaya dalam kurun waktu tiga puluh tahun kemudian. Empat panggung terakhir yang diingat Bah Oyon adalah panggung di Hotel Preanger tahun 2001, kolaborasi dengan grup kesenian Kabumi dari UPI pimpinan Gianjar Saribanon tahun 2002, panggung kolaborasi karinding dengan jimbe, digerindo, kendang, rebab, dan rain stick di Gedung Kesenian Tasikmalaya, serta panggung terakhir Sekar Komara Sunda di sebuah acara akbar di Lapangan Gasibu Bandung tanggal 3 Mei 2003. Setelah acara ini, Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya menjanjikan akan menampilkan Sekar Komara Sunda di Taman Mini Indonesia Indah. Namun, entah mengapa janji ini tak juga terealisasikan. Yang menarik adalah hubungan awal Sekar Komara Sunda dengan Kabumi UPI yang sebenarnya sudah terjalin sejak 1999 ketika Kabumi datang ke Cineam untuk penelitian karinding. Hubungan inilah yang menghasilkan pendokumentasian kisah-kisah lisan tentang karinding terutama dari bah Oyon dan Bah Karna (Alm).

Sekar Komara Sunda dalam liputan media tahun 2002 saat tampil di Lapangan Dadaha, Tasikmalaya

Patut diakui jika Sekar Komara Sunda berhasil membentuk regenerasi pemain karinding dengan munculnya musisi-musisi karinding generasi yang muda dari Bah Oyon, salah satunya adalah komunitas karinding yang dikembangkan Mang Sule. Sekar Komara Sunda juga mengungkapkan nilai-nilai edukasi dan harmonisasi dalam karinding. Alat musik dimainkan oleh beberapa orang, yang walau bermain dalam nada berbeda, namun tetap menjaga harmonisasi sehingga suara yang dihasilkan melaras. Harmonisasi dalam laras yang berbeda inilah inti dari kehidupan yang harus dijunjung tinggi. Kisah mengenai karinding Cineam dituliskan kembali oleh penyair Nazaruddin Azhar dalam sajak epik berjudul Karinding Ti Citamiang.

Tasikmalaya sering disebut sebagai tempat pertama kali karinding dibuat. Tak mengherankan jika mengingat karinding bahkan sudah disebutkan dalam naskah Sanghyang Raga Dewata dan naskah Babad Panjalu. Naskah Sanghyang Raga Dewata berasal dari Sukaraja, Tasikmalaya. Naskah berbahan lontar ini menggunakan tipe aksara Sunda abad ke-16 atau dikenal sebagai tipe Priangan (Ciburuy, Galuh) dan Cirebon (Talaga) yang ditulis dengan tinta. Naskah ini menggunakan bahasa Sunda Kuno dengan bentuk karangan berupa prosa. Sanghyang Raga Dewata secara garis besar berisi mitos tentang penciptaan alam yang diawali dengan dibangunkannya siang dari kegelapan oleh kekuatan Sang Bayu. Setelah itu, diciptakanlah bumi, bulan, matahari, dan bintang-bintang di bawah naungan angkasa. Matahari ditempatkan di arah timur dan bulan di arah barat. Dari bumi, dijadikanlah sebutir telur dari sekepal tanah dan menjelma sebagai Sanghyang Tunggal kemudian menjadi Batara Guru yang ditempatkan di Gunung Kahyangan. Batara Guru dapat menjelma sebagai Brahma, Wisnu, Iswara, Mahadewa, dan Siwa. Ia juga yang berhak mengendalikan Batara Basuki di bumi dan Batara Baruna di lautan. Manusia dalam naskah Sanghyang Raga Dewata dipandang sebagai mikrokosmosnya jagat raya yang seluruh kehidupannya harus selalu menjalankan segala siksa ‘ajaran’ Sanghyang Darma. Itulah yang dianggap manusia ideal yang kelak dapat mencapai surga abadi. Karinding dalam naskah ini sangat berkaitan erat dengan Sanghyang Bayu.

Semetara itu, Babad Panjalu merupakan satu babad yang diperkirakan berasal dari tahun 1800-an dan mengambil kisah mengenai Prabu Boros Ngora, raja yang diperkirakan berkuasa tahun 1800-an. Tasikmalaya sendiri berada di lingkungan Panjalu dan tentu saja dengan disebutkannya waditra ini di dalam salah satu babad mengenai kerajaan, menunjukkan dominannya waditra ini pada masa babad ditulis dan kemudian terus berlanjut di masa-masa selanjutnya.

@kimun666 adalah musisi, sejarawan

One Comment

  • Evangelista

    Hi there are using WordPress for your site platform? I’m new to the blog world but I’m trying to get started and create my own. Do you need any coding expertise to make your own blog? Any help would be really appreciated!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *